Rabu, 17 Februari 2010

Buya Syafi’i : Sepuluh Tahun Kembali Berasas Islam, Kondisi Bangsa Belum Berubah

Peb 18 2010
Buya Syafi’i : Sepuluh Tahun Kembali Berasas Islam, Kondisi Bangsa Belum Berubah PDF Cetak Kirim
Arif Nur Kholis
Kamis, 18 Pebruari 2010
Social List Bookmarking Widget

Jakarta – Penasehat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Syafi’i Ma’arif, rabu (17/02/2010), mengingatkan bahwa dengan berubah-rubahnya asas Muhammadiyah, ternyata kondisi bangsa belum berubah. Pada 47 tahun sejak pendirian Muhammadiyah tidak menyatakan asasnya dalam anggaran dasarnya, setelah pada orde lama menyatakan berasas Islam, di Muktamar Surakarta mencantumkan asas Pancasila akibat tekanan orde baru, baru di era reformasi kembali mencantumkan asas Islam.“Di Muktamar Jakarta tahun 2000, keras sekali gagasan untuk kembali ke asas Islam” kisahnya. “Setelah sepuluh tahun kembali berasas Islam sampai mana jangkauan melawan kebobrokan kemungkaran ?” tanya sosok yang biasa dipanggil Buya Syafi’i ini. “Sangat terbatas” jawabnya sendiri.

Dalam seminar Pra Muktamar yang digelar di Univ. Muhammadiyah Jakarta tersebut, Buya Syafi’i menerangkan bahwa kemampuan Muhammadiyah terbatas karena terbebani oleh amal usaha yang sedemikian besar. “Sehingga Muhammadiyah tidak bisa berfikir yang besar lagi” katanya, walaupun kemudian Syafi’i menambahkan kalau besarnya amal usaha ini tidaklah salah sebenarnya. “Tidak ada gerakan di Muka Bumi yang sebesar ini di dunia.” terangnya. “Selain amal usaha Muhammadiyah punya tugas membereskan moral bangsa.” lanjutnya kemudian.

“Selama ini kita sangat peka kalau ada penghinaan terhadap nabi, kita ingin ada undang undang pornografi, namun seberapa peka kita dengan korupsi, bagaimana dengan perusakan lingkungan, bagaimana kejahatan perbankan….? “ paparnya kemudian. “Pengalaman empirik mengatakan, tabib rohani dan tabib ekonomi yang mengobati pasien tidak mempan, karena pasien semakin parah saja, pasien itu bernama Indonesia.” Katanya.

Dalam paparanya, Buya Syafi’i mengatakan kalau paradigma warga Muhammadiyah selama ini, termasuk dirinya, tentang konsep amar ma’ruf nahi munkar belum tajam samasekali, karena pengetahuan tentang lapangan masih sangat abu-abu. Kita belum sepenuhnya faham bagaimana menggumulkan ajaran moral agama dengan realitas sosial yang berubah dengan kecepatan tinggi. Dengan kata lain, kita miskin ilmu dan cara menggunakannya dalam upaya mengawal jalannya peradaban. “Jika paradigma semacam tidak diubah secara radikal, energi Muhammadiyah dalam memasuki abad kedua dari eksistensinya, tidak akan banyak menolong keadaan bangsa yang secara moral semakin meluncur.” katanya. “Kalau bangsa kita ini tersungkur, Muhammadiyah pasti ikut tersungkur. “ tegasnya

1 komentar:

Lutfiare mengatakan...

jaya terus....

Posting Komentar