Hal tersebut disampaikan Al Makin dalam diskusi publik yang diselenggarakan oleh Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan (PPSK) pada Senin (26/07/2010) bertempat di perpustakaan PPSK. Lebih lanjut, dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tersebut mencontohkan sosok-sosok intelektual Muhammadiyah yang mempunyai gagasan cemerlang seperti Koentowijoyo dengan gagasan Islam transformatif, Moeslim Abdurrahman dengan Islam sebagai kritik sosial, Abdul Munir Mulkhan yang selalu mengkampanyekan Islam kultural dengan simbolisasi Syekh Siti Jenar yang mampu mempertemukan Islam dan kebudayaan, serta Amien Rais yang tak pernah lelah menyerukan tajdid dengan membongkar mental inlander.
Namun, menurut penulis artikel berjudul Status Quo in Muhammadiyah di The Jakarta Post yang terbit 13 Juli 2010 itu, ide-ide intelektual tersebut saat ini masih menjadi konsumsi elit Muhammadiyah. “Ide-ide intelektual Muhammadiyah tidaklah status quo, tetapi apakah akan mendapat tempat di warga Muhammadiyah? Sampai sekarang ide-ide itu tidak terterjemahkan dengan baik, sehingga masih menjadi konsumsi elit”, paparnya. Al Makin menyampaikan bahwa perubahan selalu dimulai dari ide dan gagasan, inilah tantangan bagi intelektual Muhammadiyah, bagaimana menjadi gerakan tajdid baru. (haqqi)
Editor / Reporter : Haqqi Hasan Inamul
Namun, menurut penulis artikel berjudul Status Quo in Muhammadiyah di The Jakarta Post yang terbit 13 Juli 2010 itu, ide-ide intelektual tersebut saat ini masih menjadi konsumsi elit Muhammadiyah. “Ide-ide intelektual Muhammadiyah tidaklah status quo, tetapi apakah akan mendapat tempat di warga Muhammadiyah? Sampai sekarang ide-ide itu tidak terterjemahkan dengan baik, sehingga masih menjadi konsumsi elit”, paparnya. Al Makin menyampaikan bahwa perubahan selalu dimulai dari ide dan gagasan, inilah tantangan bagi intelektual Muhammadiyah, bagaimana menjadi gerakan tajdid baru. (haqqi)
Editor / Reporter : Haqqi Hasan Inamul

Tidak ada komentar:
Posting Komentar