Rabu, 17 Februari 2010

ANGKATAN MUDA DAN SPIRIT DAKWAH KEMASYARAKATAN

ANGKATAN MUDA DAN SPIRIT DAKWAH KEMASYARAKATAN

Written by Administrator
Wednesday, 04 March 2009 10:54 -
Dr. H Haedar Nashir, M.Si.
Politik itu penting dan Muhammadiyah tidak anti-politik. Namun, kadang terjadi arus
ekstrem yang tak terkendali ketika politik telah dijadikan panglima dan kemudian terjadi
“transmigrasi” politik yang melampaui ambang kenormalan.
Berkembang pragmatisme yang terlalu tinggi menempatkan perjuangan politik-praktis, yang
mengalahkan nilai-nilai ideal dakwah di ranah kemasyarakatan. Tumbuh pandangan yang
memarjinalkan dan menganggap rendah kerja-kerja dakwah kemasyarakatan. Lalu terjadi
kecenderungan bedhol-desa (pindah secara komunal) ke ranah politik-praktis, yang membuat
terlantarnya kerja-kerja dakwah kemasyarakatan. Kaum muda tidak lagi menekuni kerja-kerja
keumatan di akar-bawah, seperti membina jamaah di masjid, menggerakkan swadaya
masyarakat, dan sejenisnya.
Politik memang telah menjadi ikon baru yang penuh pesona. Sedangkan, denyut nadi dan
napas dakwah dalam kerja-kerja keumatan kian jauh panggang dari api. Kerja dakwah lalu
menjadi terasa melahkan bagi sebagian kaum muda karena hanya menjanjikan altruisme, yang
tidak semegah dunia politik dan mobilitas nasional lain yang perkasa. Lalu terbersit skeptisme
baru tentang “robohnya ranah dakwah” di dunia kaum muda, yang mengingatkan kita pada
novel tentang “Robohnya Surau Kami”. Semoga masih banyak kaum muda yang tetap
terpanggil di dunia dakwah yang tampak sunyi tetapi sesungguhnya membawa misi
pencerahan yang penuh mozaik bagi peradaban umat.
Politik memang penting dan tak ada yang salah dengan dunia politik. Sejumlah nilai positif dari
kiprah di politik-praktis antara lain, pertama, aktivis atau kader AMM memeroleh penyaluran
mobilitas diri untuk keperluan hidup (pekerjaan) dan masa depan mereka, apalagi pekerjaan
politik seperti itu cukup besar untuk penghasilan melebihi profesi lainnya. Kedua, memberi
peluang dan jalur untuk menduduki posisi-posisi di pemerintahan yakni di legislatif (DPR/DPRD
dan DPD), eksekutif, dan yudikatif serta lembaga-lembaga lainnya. Ketiga, dengan posisi-posisi
di pemerintahan tersebut dapat menjadi mediator atau bahkan aktor untuk mengambil
kebijakan-kebijakan penting yang dapat membantu misi atau kepentingan Muhammadiyah
maupun organisasi kemasyarakatan lainnya. Keempat, menjadi sarana untuk memerjuangkan
kepentingan rakyat dan membangun bangsa/negara melalui jalur kekuasaan yang memiliki
wewenang atau otoritas yang penting dan menentukan.
Namun, dengan pentingnya ranah politik itu tentu tidak harus melibatkan atau membiarkan
sejumlah hal terjadi. Pertama, Muhammadiyah dengan seluruh lini/komponen yang ada di
dalamnya melibatkan diri secara langsung dalam kancah politik karena sejak awal dan sejatinya
Muhammadiyah dengan seluruh organisasi otonom dan kelembagaannya memang bukanlah
partai politik atau institusi/gerakan yang mengambil jalur politik. Kedua, Muhammadiyah
termasuk organisasi otonom di dalamnya, tidak boleh menjadi sekadar batu loncatan untuk
kiprah di politik, sehingga jika hal itu dibiarkan orang akan lebih suka berkiprah di
Muhammadiyah untuk menjadi kendaraan politik sehingga pengkhidmatannya lebih karena
kepentingan dan bukan karena panggilan pengabdian. Ketiga, keengganan, penolakan, dan
tidak adanya aturan seperti larangan rangkap jabatan di Muhammadiyah dengan jabatan atau
posisi di lembaga politik karena tingginya ambisi dan kepentingan politik melebihi kepentingan
memelihara eksistensi Muhammadiyah. Keempat, lahirnya sikap serba menolak kebijakan
1 / 3
ANGKATAN MUDA DAN SPIRIT DAKWAH KEMASYARAKATAN (2)
Written by Administrator
Wednesday, 04 March 2009 10:54 -
Persyarikatan dan mendeligitimasi kepemimpinan yang absah di Muhammadiyah hanya karena
mengganggu mobilitas para individu yang memiliki kepentingan dan kiprah di dunia politik
praktis, sehingga timbul kecenderungan lebih mementingkan politik ketimbang Muhammadiyah.
Kelima, bagaimana pun dunia politik, lebih-lebih dengan jaminan mobilitas dan nilai materi
yang tinggi akan lebih menggiurkan para kader/aktivis Muhammadiyah yang melahirkan sikap
memandang rendah perjuangan di dunia dakwah dan bahkan akhirnya mengabaikan kegiatan
dakwah yang memang sangat bersahaja dan memerlukan pengorbanan tinggi. Keenam, terjadi
kecenderungan “hijrah” atau “bedhol-desa” secara komunal atau berbondong-bondong
menyerbu dunia politik sambil tunggang-langgang meninggalkan arena dakwah dan
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang selama ini menjadi komitmen utama gerakan
Muhammadiyah sejak kelahirannya. Ketujuh, kenyataan sering terjadi setelah berhasil meraih
posisi di lembaga politik dan pemerintahan kemudian mengabaikan misi dan kepentingan
Muhammadiyah ibarat pepatah “kacang lupa kulit” atau sekadar menjadikan Muhammadiyah
sebagai batu loncatan politik belaka.
Pandangan tersebut bukanlah sebagai sikap negatif atau anti-pati terhadap dunia politik dan
para politisi. Namun, selain kenyataan di lapangan memang sering menunjukkan bahwa
berpolitik tidak seideal sebagaimana dibayangkan dan dijanjikan, sekaligus sebagai batas untuk
memosisikan politik secara wajar dan tidak boleh menjadi panglima yang memperlemah
gerakan Muhammadiyah. Muhammadiyah menjadi eksis hingga usianya jelang satu abad ini
lebih karena kerja-kerja kemasyarakatan dan keumatan yang penuh pengkhidmatan, bersahaja,
dan orientasi dakwah tanpa pamrih yang melahirkan kepercayaan tinggi dari berbagai pihak.
Tokoh seperti Pak AR Fakhruddin dan lain-lain, selain pendiri Muhammadiyah Kiai Haji Ahmad
Dahlan, memeroleh legitimasi dan kepercayaan kuat dari masyarakat luas karena kiprahnya
yang jujur dan tulus dalam membawa gerakan Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah
non-politik praktis. Jangan terlalu memandang look-down (pandangan ke bawah, merendahkan)
terhadap kerja-kerja kultural di jalur dakwah kemasyarakatan dan keumatan sebagaimana
dilakukan Muhammadiyah selama ini hanya karena terlalu look-up (memandang ke atas,
memuja) terhadap dunia politik kekuasaan.
Di sinilah pentingnya menjaga keseimbangan dan merenungkan secara mendalam mengenai
ranah politik kekuasaan. Termasuk di kalangan Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM). Sikap
seimbang sebenarnya sederhana. Silakan berkiprah di dunia politik untuk meraih posisi-posisi
penting/strategis di pemerintahan, tetapi taati mekanisme, kebijakan, dan peraturan yang
berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah dan jangan merasa ingin lain dan lepas dari
ikatan/peraturan organisasi Muhammadiyah. Bila perlu tanpa diminta pun ikuti peraturan
Muhammadiyah dan lebih jauh lagi jalankan atau perjuangkan misi Muhammadiyah jika
benar-benar sebagai kader dan anggota Muhammadiyah. Tidak perlu juga merajuk dan
memandang Muhammadiyah sekadar “ingin nangka, tetapi tak ingin getahnya”, artinya memiliki
anggapan jangan meminta kepentingan Muhammadiyah diperjuangkan di ranah politik
manakala Muhammadiyah sendiri memberlakukan larangan rangkap jabatan dengan
jabatan-jabatan politik. Jika hal yang terakhir itu terjadi, maka ibarat sindiran dalam Al-Qur’an
“mengurai benang yang telah dipintal dengan baik”.
Demi mobilitas, ambisi, dan kepentingan politik kekuasaan kemudian mendeligitimasi
keberadaan Muhammadiyah. Pergerakan ke dunia politik pun kemudian menjadi mobilitas
individual belaka, sedangkan visi dan misi perjuangan Muhammadiyah, umat, dan bangsa
berhenti di level simbol dan atasnama. Muhammadiyah atau umat akan menjadi tempat
tumpuan manakala cocok dan memberikan dukungan pada kepentingan perjuangan politik
2 / 3
ANGKATAN MUDA DAN SPIRIT DAKWAH KEMASYARAKATAN (2)
Written by Administrator
Wednesday, 04 March 2009 10:54 -
individual itu, sebaliknya akan dideligitimasi dan diabaikan manakala tidak memberi dorongan
positif. Akhirnya, politik menjadi faktor pembelah gerakan Muhammadiyah, bukan sebagai
pendukung dan pembela Muhammadiyah. Jika logika dan keadaan negatif seperti itu terjadi
maka lama kelamaan Muhammadiyah akan rapuh oleh para anggota atau bahkan kadernya
sendiri, ketika orang lain justru menghormati dan membela perjuangan Muhammadiyah.l
http://suara-muhammadiyah.com/
3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar